PROSUMUT – Balai Bahasa Sumatera Utara (Sumut) kembali menggelar Pekan Bahasa dan Sastra tahun ini, dengan tema yang diusung Pelangi Bahasa dan Sastra Sumatera Utara.
Dalam kegiatan tahunan tersebut, digelar berbagai perlombaan selama dua hari, 18 & 19 September.
Kepala Balai Bahasa Sumut Dr Maryanto mengatakan, kegiatan ini rutin dilakukan setiap tahun. Untuk tahun ini, ada 7 cabang perlombaan yang diselenggarakan.
Antara lain, lomba reportase, debat bahasa Indonesia, cerdas cermat bahasa Indonesia, berbalas pantun, mendongeng cerita rakyat, bermain membaca dan dendang tradisi lisan.
“Peserta yang ikut tahun ini hampir 600 orang. Jumlah itu mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Peserta berasal dari berbagai kabupaten/kota yaitu Medan, Binjai, Deli Serdang, Langkat, Dairi, Karo, Mandailing Natal, Taput, Sibolga, Tobasa, Tapteng, Tebing Tinggi, Sergai, Simalungun, Siantar, dan Asahan,” ujar Maryanto, Rabu 18 September 2019.
Kata dia, tema yang diangkat tahun ini dapat diartikan, bahwa bahasa dan sastra yang hadir lewat kegiatan tersebut sebagai ekspresi keberagaman.
Namun, keberagaman ini disajikan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan Indonesia.
“Pelangi diartikan dari sisi keberagaman, disisi lain pelangi ini juga untuk mempersatukan. Pekan bahasa dan sastra ini bukan kegiatan yang diada-adakan, melainkan sebuah pekerjaan yang diberikan dari para pendahulu kita. Artinya, mewarisi pesan-pesan mulia yang harus didukung dan dikembangkan setiap tahunnya,” terang dia.
Menurutnya, pekan bahasa dan sastra ini bukan sekedar rutinitas agenda tahunan saja melainkan upaya pembinaan, pemasyarakatan, dan peningkatan kualitas berbahasa dan bersastra.
“Kegiatan ini merupakan strategi yang kreatif dalam upaya pelindungan dan pelestarian eksistensi bahasa dan sastra Indonesia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan apresiasi, sikap positif, dan kepedulian masyarakat terhadap bahasa dan sastra daerah sebagai akar kebudayaan nasional,” sebut Maryanto.
Selain itu, sambung dia, lewat kegiatan ini juga ingin memastikan dan meyakinkan bahwa bahasa dan sastra hadir ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta bernegara.
“Bukan sekedar perlombaan atau kompetisi bahasa dan sastra saja, melainkan untuk membangun kualitas sumber daya manusia,” tukasnya. (*)