PROSUMUT – Eskalasi ketegangan antara Iran dan AS kembali mengalami peningkatan. Bahkan, hubungannya kian memburuk setelah Iran mulai melakukan serangan ke sejumlah basis militer AS di Irak.
Hal ini menjadi kabar buruk bagi negara di manapun. Eskalasi yang mengalami peningkatan ini bukan hanya akan memperburuk kondisi geopolitik di suatu wilayah, namun lebih dari itu akan mengakibatkan gangguan pada ekonomi dunia.
“Perang ini menjadi salah satu masalah mendasar bagi kenaikan sejumlah harga komoditas, memburuknya kinerja indeks saham, volatilitas mata uang tak terkendali, hingga sampai pada masalah potensi munculnya krisis ekonomi. Dampak dari perang ini akan sangat dirasakan oleh semua pemangku kebijakan di belahan dunia manapun,” ujar pengamat ekonomi dari UIN Sumut, Gunawan Benjamin, Kamis 9 Januari 2020.
Menurut Gunawan, harga komoditas dunia saat ini khususnya minyak dan emas mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Emas saat ini sudah bertengger dikisaran $1.611 per once troy, kalau dirupiahkan sekitar Rp 727 ribu per gram untuk logam mulia di tanah air.
Kenaikan harga emas ini masih berpeluang melanjutkan kenaikan dalam waktu dekat. Hal ini lebih dikarenakan oleh kemungkinan aksi balasan lanjutan yang bisa saja mengerek kenaikan harga emas kembali.
“Selain emas, komoditas yang mengalami kenaikan adalah minyak mentah dunia. Untuk minyak mentah ini bahkan posisinya sangat berisiko saat ini. Bayangkan, perang yang berkecamuk ada di wilayah Timur Tengah, negara produsen minyak,” ungkapnya.
Kata Gunawan, ada begitu banyak negara yang menjadi sekutu AS saat ini. Dengan demikian, Iran bisa saja melakukan serangan ke negara-negara terdekat yang dinilai lebih memihak ke AS.
“Ini bisa menjadi kabar yang tidak baik seandainya ada serangan ke sejumlah negara tersebut, yang mengakibatkan munculnya masalah baru baik dari sisi produksi minyak maupun dari jalur distribusinya,” sebut dia.
Alhasil, harga minyak mentah dunia pada akhirnya akan kembali naik. Sejauh ini harga minyak mentah dunia naik menjadi $65.6 per barel untuk jenis minyak WTI.
Kenaikan harga minyak mentah tersebut akan mengakibatkan kenaikan beban biaya untuk pengadaan BBM di tanah air.
“Jika tren kenaikan ini berlangsung lebih dari 3 bulan, saya melihat potensi kenaikan harga BBM di Indonesia akan segera terjadi,” ucapnya.
Demikian halnya dengan harga emas, tren kenaikan harga minyak mentah dunia juga masih berpeluang berlanjut. Terlebih, jika eskalasi perang diantara kedua negara mengalami peningkatan.
“Selain minyak mentah, sejumlah komoditas lainnya juga berpeluang mengalami kenaikan. Diantaranya adalah potensi kenaikan harga komoditas unggulan Sumut seperti sawit (CPO),” tutur Gunawan.
Harga CPO sejauh ini masih bertahan di atas 3.000 ringgit per tonnya. Kenaikan harga CPO ini berpeluang terjadi dikarenakan oleh kenaikan harga minyak mentah dunia.
Disaat harga minyak mentah mengalami kenaikan, barang subtitusinya juga berpeluang naik. Namun untuk sawit, ini juga dipengaruhi oleh sisi persediaan di tanah air.
“Harga komoditas lainnya yang berpeluang naik adalah komoditas pangan. Sejauh ini komoditas pangan tersebut memang belum terpengaruh dengan perang Iran-AS. Namun, bukan berarti tidak berpengaruh apapun sama sekali,” cetusnya. (*)